Mengenai Saya

Foto saya
Pengagum kupu-kupu. Mencoba menuliskan dunianya dalam bingkai cerita.

Minggu, 27 Maret 2011

Memiliki Kehilangan

Ini gerimis kedua dalam bulan ini. Dimana sepoi angin berhembus membawakan kerinduan terdalam. Dan bentangan lapang kerontang telah basah bersimbah butiran hujan. Menyatu teduh. Menelusupkan hawa kesejukan yang mengobati kerinduan.

Sebenarnya, teramat menyayat untuknya. Suara percik butiran air hujan yang jatuh terhempas menelempeng tanah. Terpecah. Terbelah. Dan seperti itulah hancur kepingan hatinya. Derai hujan yang menjemput tanah, ditatapnya. Membawanya turut bermuara ke samudera kenangan. Manis, hingga membentuk lengkungan senyuman tipis. Bagai larik pelangi usai hujan mengisi hari. Indah, bersanding dengan mega layang. Sayang, semuanya telah berlalu. Hingga terasa menyakitkan jika harus dikenang. Telaga matanya, bening. Hening. Lalu beriak. Menandakan ada yang terkoyak. Batinnya. Dan luluhlah hangat tangis.

Senja usianya. Tersirat dari raga penopang sukma. Kerut didahi tampak tersusun rapat bergurat. Kelopak mata mencekung melandai. Keriput kulitnya menggulung bergunung. Punggung kian mengudang. Tapak gemetar. Sorot mata memudar. Kiranya…

Ia merindu. Sangat merindu. Kekosongan dalam jiwanya kembali dipenuhi belasan peristiwa. Dipandangnya foto tua dalam lemari kaca. Sebuah keluarga bahagia. Dirinya, belahan jiwa dan cahaya mata. Andaikan ia bisa kembali mengulang masa itu. Mengulang senyuman itu. Ah, tiada harap. Hanya mendamba. Dan dialihnya sorot sendu pada sebuah foto muda dengan senyuman cahaya mata, putri semata wayangnya. Yang bersanding dengan sang pangeran tambatan hati putrinya. Pernikahan dua tahun lalu bukan hanya memunggut cahaya matanya, namun juga keindahan dari ruang hatinya. Ya, putrinya telah dewasa. Bukan lagi balita yang dulu ia timang, dinina bobokan tiap malam, dan disayang dengan segenap cinta. Telah lepas pula tanggungannya dan kini putrinya telah memiliki kehidupan sendiri, kebahagiaan baru yang akan disemai bersama sang pangeran pujaan. Mungkin, itulah kehidupan. Memiliki kehilangan. Dan sepantasnya tetap dijalani. Dalam sendiri, digelayuti sunyi.

Separuh hatinya, sang suami telah lama meninggalkan jejaknya. Satu dasawarsa dirasa tidaklah lama. Karena kemarin ia masih punya cahaya matanya. Cintanya. Sepenuhnya masih ia curahkan. Namun kini tiada. Hampa. Rudung duka menutupi garis wajahnya.

Gerimis sore ini. Kecipak di dedaunan. Mengingatkannya di sore itu. Tentang perpisahan. Makna kehilangan. Cahaya mata yang menerangi hidupnya telah dibawa sang pangeran pujaan putrinya. Ke istana bahagia nan jauh disana. Dipandangnya putih langit. Digoresnya lembut paras putrinya dalam mendung kelabu. Lama tertegun. Ia tersenyum getir. Berharap petang kan menjelang. Baginya gerimis ini mengobati segores luka kepedihan hatinya. Kerinduannya. Cucuran hujan yang menemani kesepiannya, pasti juga merindukan laut. Sekian lama. Tak kunjung belahan hati didekapnya. Ingin, ingin sekali dipeluknya erat. Tak terlepas. Hingga derai air mata tumpah tak tertahankan. Mengembangkan senyuman indah di rona wajahnya. Dihatinya. Juga pada suara-suara yang akan mengisi relung hatinya.

Perempuan tua itu masih setia di beranda. Menanti kepulangan cahaya mata tercinta.

“Nak, lekaslah pulang.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar