Mengenai Saya

Foto saya
Pengagum kupu-kupu. Mencoba menuliskan dunianya dalam bingkai cerita.

Minggu, 27 Maret 2011

Surat Buat Ayah (Titip Rindu Untukmu)

           Assalamu’alaykum
            Apa kabar Ayah? Sehatkah? Semoga engkau senantiasa dalam limpahan rahmatNya.

            Maaf, Ayah. Kutulis sepucuk surat ini karena ada sebentuk rindu untukmu. Rindu yang masih tersimpan dan terkenang. Rindu yang masih tertahan dan terkekang. Tentang kita, tentang keluarga, juga tentang masa.

            Masihkah engkau ingat, jalan pulang yang kita lalui di pematang? Ya, penuh ilalang dan belalang. Juga jalan pagi yang kita lewati di sela gemerisik padi. Bermandi embun berkilau cahaya. Aku merindu itu semua. Sangat merindu.  Namun kini pijakku lain. Bukan pada pematang yang gembur di bentang lahan subur, melainkan pongah gedung terselip gang beton berwajah murung.

            Ayah, kurindu saat kita menelisik di terik mentari. Saat cipratan Lumpur dan peluh bercampur dahaga. Saat wajah lelah membagi tawa. Bersama mengayun cangkul berdua. Demi tanah gembur lahan subur. Mengibas jerami dan benamkan teki dengan kaki. Kapan kita akan jalani waktu seperti ini lagi? Dibuai sepoi dikelakari mentari. Sementara saat ini diri terlena senandung mesin tua yang menyumpali cericit burung emprit. Juga nafas kusam yang semakin hitam dikipasi polusi dari corong raksasa yang tiada henti.

            Bila kuingat saat bulir merunduk berisi. Daun hijau menguning pasi. Dan hamparan padi sungguh menyejukkan hati. Kita akan bercerita. Tentang masa paling bahagia. Ketika tawa melepas untaian rasa. Ketika canda menhadirkan makna. Itulah masa panen tiba. Masa panantian akan datangnya balas jerih payah. Saat semua lunas terbayar sudah. Kita berpijak pada bumi yang kokoh. Berteduh langit yang tinggi. Lalu sabit menari meliuki batang padi. Menggenggamnya. Erat. Seakan kita tak ingin segera terbangun dari mimpi ini. Lalu, masihkah kita bisa berharap lagi? Pada damai yang sering kita nanti. Bila diri ini memilih tegap berseragam bangga. Berteman sift juga lembur. Berkantong gaji berbaju karyawan. Dan tak peduli lagi selama masih sanggup membeli beras untuk ditanak menjadi nasi.

            Ayah, maafkan aku. Bila rindu ini semakin memberatkan gundahmu. Mengusik pikirmu. Selalu menawan anganmu. Menipiskan harapan lalumu atas siapa yang akan melanjutkan cita ini. Memberi nasi pada negeri. Bila anakmu ini lebih suka menjadi kuli berbayar gaji.

            Ayah, maafkan aku. Jika belum kumengerti arti legam di kulitmu yang terbakar matahari. Atau pahami gambaran gurat di wajahmu yang semakin keriput. Juga menerka gemetar tenaga yang terkuras usia.

            Sekian dulu surat rindu ini. Semoga, bila ada waktu. Kita akan mengulang lagi semua ini.

            Wassalamu’alaikum.


            Salam rindu dari anakmu.



Palimanan, 27 Jan 11 02:25 am.





*terinspirasi Titip Rindu Buat Ayah, Ebiet G Ade :

“Ayah, dalam sepi hening kurindu untuk menuai padi milik kita. Tapi kerinduan hanya tinggal kerinduan. Anakmu sekarang banyak menanggung beban”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar